Sunday, September 30, 2012

Cerpen Fiksi I

Barabas dan Barnabas
R. M. Dwiriyo Suryo Sasmoko / KPP

Pada suatu kala, hiduplah seorang pria bernama Barabas, Barabas Vespanius. Orang-orang biasa memanggilnya Abas. Ia hidup di sebuah perkotaan bernama Jakarta. Hidupnya yang sebatang kara – karena kedua orangtuanya telah meninggal – membuatnya bekerja tak menentu. Akhirnya, setelah lama mencari pekerjaan, Ia menjadi seorang tukang parkir di Gereja.
Hidup tanpa keluarga membuatnya harus bekerja keras demi kelangsungan hidupnya. Terlebih, Ia dilahirkan hanya dengan 8 jari tangan, 5 jari tangan kiri dan 3 jari tangan kanan (ibu jari, telunjuk, dan jari tengah). Maka dari itu, Ia urung mewujudkan tekadnya untuk mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan tetap.
Pada suatu malam, saat Abas sedang berjaga bersama satpam di pos satpam Gereja, Ia melihat penampilan “Santana” saat beraksi di “Java Jazz 2011” melalui televisi. Tiba-tiba, Ia mendapat sebuah pencerahan. Diambilnya gitar yang terletak di meja pos dan dimainkannya gitar itu. Tak disangka, permainan gitarnya sungguh memukau. Petikan gitar yang cepat dan suara yang indah berpadu dalam gaya permainannya. Sungguh mirip dengan Santana !
Abas tak mengetahui darimana keahliannya bermain gitar. Sebelumnya, Ia tak pernah bermain gitar, apalagi hingga mahir seperti Santana. Ia tak memahaminya, mungkin Ia mempunyai kemampuan memahami yang super cepat.
­­­­­­
*******

Setelah Misa Minggu pagi selesai – seperti biasa – Abas mulai mengatur keluar-masuknya kendaraan. Hari itu terasa melelahkan, banyak umat yang mengikuti Misa pada hari itu, entah mengapa. Walaupun lelah, Abas mencoba kembali memainkan gitarnya. Sama seperti hari kemarin, kemampuannya sungguh menakjubkan. Hanya dengan 8 jari, Ia mampu menghasilkan melodi yang indah. Kini, Ia pun mulai mengeksplorasi permainannya. Tak hanya petikan Santana yang mampu dimainkannya, berbagai permainan gitaris dunia dapat ditirunya.
Menyadari bahwa Ia dapat bermain gitar dengan hebatnya, Ia memberanikan diri untuk ikut dalam sebuah “Turnamen Gitar”. Turnamen itu diadakan oleh major music label ternama. Dengan peserta dari berbagai kalangan, Abas tak takut untuk tetap mengikuti turnamen. Bermodalkan gitar pinjaman, Abas bermain dengan sangat piawai. Tak ada halangan berarti baginya, hingga Ia mendapat gelar juara dari turnamen itu.
Setelah menjuarai turnamen, Abas dikontrak oleh Library Records – major label tersebut – untuk membuat album instrumen gitar. Lewat album itu, nama Barabas makin terkenal. Mulai dari kota, negara hingga dunia. Karirnya yang terus memuncak, membuatnya lupa akan daratan. Sifatnya menjadi sombong, mudah tersulut emosinya dan arogan. Sikapnya kepada orang lain mulai berubah. Dulu, Ia tak segan untuk membantu sesama, jujur dalam bertindak dan selalu taat dalam urusan beragama. Kini, Abas sudah tidak menampakkan dirinya sebagai orang beriman, bertindak sewenang-wenang dan mementingkan kepentingannya sendiri.
Sikapnya yang seperti itu tak pernah berubah. Hingga pada suatu malam, Ia tertimpa musibah. Di saat sedang melakukan Tur Keliling Dunia menggunakan mobilnya, terjadilah sebuah kecelakaan yang hebat. Sebuah truk menghantam mobilnya dari arah yang berlawanan. Cuaca saat itu yang memang sedang berkabut, menyebabkan pandangan pengemudi truk terganggu. Laju truk – yang dalam kecepatan tinggi – tak dapat dihentikan. Mobil Abas hancur berkeping-keping. Sebagian kru mengalami luka berat dan beberapa lainnya meninggal. Abas – dalam keadaan setengah sadar – berusaha membuka kedua matanya. Setelah sadar, Ia melihat kedua tangannya sudah tidak ada. Ya, kecelakaan itu merenggut kedua tangannya. Sekarang, Ia sudah tak mampu berpikir apa-apa lagi. Dihilangkan semua hal dari pikirannya. Ia menutup mata dan jatuh terkapar.

*******

Cahaya lampu membangunkan Abas. Setelah membuka mata, Ia melihat ke sekelilingnya.
“Ini sebuah rumah sakit”, katanya. Kedua tangannya yang hilang telah disembuhkan. Keadaannya pun sudah mulai pulih.

*******

Ia tak mengenal kedua orang yang sedari tadi menunggunya di kursi ruangan itu. Ia mencoba untuk berbicara dengan kedua orang itu. Setelah berbincang cukup lama, diketahuilah siapa sosok kedua orang itu. Mereka adalah pasangan suami istri yang kebetulan melintas sesaat setelah kecelakaan itu terjadi. Marelus dan Venesia, adalah nama dari mereka berdua. Umur mereka kira-kira 40 tahun.
Barabas sangat berterima kasih atas pertolongan dari Marelus dan Venesia. Mereka berdua sungguh sabar menemani Abas dalam masa penyembuhan. Ia tak mampu membalas kebaikan mereka.
Setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Abas dapat keluar dari rumah sakit dan menjalani aktivitas seperti biasa kembali.
Melihat kedua tangannya yang telah tiada, Abas kebingungan ingin kemana selanjutnya. Label rekaman telah memutus kontrak kerja dengan Abas dan teman-temannya pun tak lagi mau kenal dengannya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Barabas pergi ke tempat Marelus dan Venesia. Di sana, Abas berbincang-bincang tentang hidupnya, juga obsesinya dulu yang ingin menjadi orang terkenal. Marelus dan Venesia pun turut larut dalam obrolan itu.
Tak terasa, sudah sekitar 1 jam berlalu. Obrolan hangat mereka pun berakhir. Di akhir perbincangan, Marelus dan Venesia menawarkan Abas untuk menetap sementara di rumah mereka. Abas pun dengan senang hati menerima tawaran mereka dan tinggal di rumah itu untuk sementara. Selama di rumah itu, Abas berpikir terus menerus untuk kelangsungan hidupnya. Ia berencana untuk tinggal di rumah Marelus dan Venesia untuk beberapa waktu.
Keesokan harinya, Abas bertanya kepada Marelus dan Venesia dimanakah gereja yang terdekat. Mereka pun langsung mengantarkan Abas ke gereja yang dimaksudkan. Abas ingin berdoa kepada Tuhan. Ia ingin meminta ampun atas semua kesalahannya di masa lalu. Ia bermaksud untuk menjadi orang yang semakin baik di kemudian hari. Ia tak ingin segala dosa yang telah Ia perbuat menjadi kenangan yang akan terus Ia ingat.

*******

Nyanyian Gregorian semakin terdengar jelas di Gereja tersebut. Berbagai lagu telah diperdengarkan selama misa berlangsung. Abas yang saat itu melihat koor Gregorian tersebut, tersentuh hatinya. Dengan talenta yang Ia punya, Ia mencoba untuk menyanyikan lagu-lagu Gregorian. Sungguh menakjubkan, Abas langsung dapat menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan indahnya.
Keesokan harinya, Abas kembali ke gereja yang sama. Ia berniat untuk berbicara dengan kelompok paduan suara Gregorian. Akhirnya diketahui bahwa nama kelompok paduan suara tersebut adalah “Paduan Suara St. Barnabas”. Abas berusaha untuk mengajukan dirinya agar menjadi bagian kelompok paduan suara tersebut. Setelah Ia menyanyikan satu lagu Gregorian, akhirnya Ia diterima. Ia bergabung dengan kelompok paduan suara tersebut untuk memuliakan nama Tuhan.
Pada akhirnya, Barabas Vespanius bergabung dengan “Paduan Suara St. Barnabas” dan bernyanyi bagi gereja. Ia menjadi orang pertama yang bernyanyi dengan bagian tubuh yang kurang lengkap. Di sisa hidupnya, Ia terus berkarya lewat nyanyian Gregorian dan menetap di rumah Marelus dan Venesia, orang yang sangat berharga di dalam hidupnya.

TAMAT