Barabas dan Barnabas
R. M. Dwiriyo Suryo Sasmoko / KPP
Pada suatu kala, hiduplah seorang pria
bernama Barabas, Barabas Vespanius. Orang-orang biasa memanggilnya Abas. Ia
hidup di sebuah perkotaan bernama Jakarta. Hidupnya yang sebatang kara – karena
kedua orangtuanya telah meninggal – membuatnya bekerja tak menentu. Akhirnya,
setelah lama mencari pekerjaan, Ia menjadi seorang tukang parkir di Gereja.
Hidup tanpa keluarga membuatnya
harus bekerja keras demi kelangsungan hidupnya. Terlebih, Ia dilahirkan hanya
dengan 8 jari tangan, 5 jari tangan kiri dan 3 jari tangan kanan (ibu jari,
telunjuk, dan jari tengah). Maka dari itu, Ia urung mewujudkan tekadnya untuk
mendapatkan pekerjaan yang berpenghasilan tetap.
Pada suatu malam, saat Abas sedang
berjaga bersama satpam di pos satpam Gereja, Ia melihat penampilan “Santana”
saat beraksi di “Java Jazz 2011” melalui televisi. Tiba-tiba, Ia mendapat
sebuah pencerahan. Diambilnya gitar yang terletak di meja pos dan dimainkannya
gitar itu. Tak disangka, permainan gitarnya sungguh memukau. Petikan gitar yang
cepat dan suara yang indah berpadu dalam gaya permainannya. Sungguh mirip
dengan Santana !
Abas tak mengetahui darimana keahliannya
bermain gitar. Sebelumnya, Ia tak pernah bermain gitar, apalagi hingga mahir seperti
Santana. Ia tak memahaminya, mungkin Ia mempunyai kemampuan memahami yang super
cepat.
*******
Setelah Misa Minggu pagi selesai –
seperti biasa – Abas mulai mengatur keluar-masuknya kendaraan. Hari itu terasa
melelahkan, banyak umat yang mengikuti Misa pada hari itu, entah mengapa.
Walaupun lelah, Abas mencoba kembali memainkan gitarnya. Sama seperti hari
kemarin, kemampuannya sungguh menakjubkan. Hanya dengan 8 jari, Ia mampu
menghasilkan melodi yang indah. Kini, Ia pun mulai mengeksplorasi permainannya.
Tak hanya petikan Santana yang mampu dimainkannya, berbagai permainan gitaris
dunia dapat ditirunya.
Menyadari bahwa Ia dapat bermain
gitar dengan hebatnya, Ia memberanikan diri untuk ikut dalam sebuah “Turnamen
Gitar”. Turnamen itu diadakan oleh major music label ternama. Dengan peserta
dari berbagai kalangan, Abas tak takut untuk tetap mengikuti turnamen.
Bermodalkan gitar pinjaman, Abas bermain dengan sangat piawai. Tak ada halangan
berarti baginya, hingga Ia mendapat gelar juara dari turnamen itu.
Setelah menjuarai turnamen, Abas
dikontrak oleh Library Records – major label tersebut – untuk membuat album
instrumen gitar. Lewat album itu, nama Barabas makin terkenal. Mulai dari kota,
negara hingga dunia. Karirnya yang terus memuncak, membuatnya lupa akan
daratan. Sifatnya menjadi sombong, mudah tersulut emosinya dan arogan. Sikapnya
kepada orang lain mulai berubah. Dulu, Ia tak segan untuk membantu sesama,
jujur dalam bertindak dan selalu taat dalam urusan beragama. Kini, Abas sudah
tidak menampakkan dirinya sebagai orang beriman, bertindak sewenang-wenang dan
mementingkan kepentingannya sendiri.
Sikapnya yang seperti itu tak pernah
berubah. Hingga pada suatu malam, Ia tertimpa musibah. Di saat sedang melakukan
Tur Keliling Dunia menggunakan mobilnya, terjadilah sebuah kecelakaan yang
hebat. Sebuah truk menghantam mobilnya dari arah yang berlawanan. Cuaca saat
itu yang memang sedang berkabut, menyebabkan pandangan pengemudi truk
terganggu. Laju truk – yang dalam kecepatan tinggi – tak dapat dihentikan.
Mobil Abas hancur berkeping-keping. Sebagian kru mengalami luka berat dan
beberapa lainnya meninggal. Abas – dalam keadaan setengah sadar – berusaha
membuka kedua matanya. Setelah sadar, Ia melihat kedua tangannya sudah tidak
ada. Ya, kecelakaan itu merenggut kedua tangannya. Sekarang, Ia sudah tak mampu
berpikir apa-apa lagi. Dihilangkan semua hal dari pikirannya. Ia menutup mata
dan jatuh terkapar.
*******
Cahaya lampu membangunkan Abas.
Setelah membuka mata, Ia melihat ke sekelilingnya.
“Ini sebuah rumah sakit”, katanya. Kedua
tangannya yang hilang telah disembuhkan. Keadaannya pun sudah mulai pulih.
*******
Ia tak mengenal kedua orang yang
sedari tadi menunggunya di kursi ruangan itu. Ia mencoba untuk berbicara dengan
kedua orang itu. Setelah berbincang cukup lama, diketahuilah siapa sosok kedua
orang itu. Mereka adalah pasangan suami istri yang kebetulan melintas sesaat
setelah kecelakaan itu terjadi. Marelus dan Venesia, adalah nama dari mereka
berdua. Umur mereka kira-kira 40 tahun.
Barabas sangat berterima kasih atas
pertolongan dari Marelus dan Venesia. Mereka berdua sungguh sabar menemani Abas
dalam masa penyembuhan. Ia tak mampu membalas kebaikan mereka.
Setelah beberapa hari dirawat di
rumah sakit, akhirnya Abas dapat keluar dari rumah sakit dan menjalani
aktivitas seperti biasa kembali.
Melihat kedua tangannya yang telah tiada,
Abas kebingungan ingin kemana selanjutnya. Label rekaman telah memutus kontrak
kerja dengan Abas dan teman-temannya pun tak lagi mau kenal dengannya. Setelah
berpikir cukup lama, akhirnya Barabas pergi ke tempat Marelus dan Venesia. Di
sana, Abas berbincang-bincang tentang hidupnya, juga obsesinya dulu yang ingin
menjadi orang terkenal. Marelus dan Venesia pun turut larut dalam obrolan itu.
Tak terasa, sudah sekitar 1 jam
berlalu. Obrolan hangat mereka pun berakhir. Di akhir perbincangan, Marelus dan
Venesia menawarkan Abas untuk menetap sementara di rumah mereka. Abas pun
dengan senang hati menerima tawaran mereka dan tinggal di rumah itu untuk
sementara. Selama di rumah itu, Abas berpikir terus menerus untuk kelangsungan
hidupnya. Ia berencana untuk tinggal di rumah Marelus dan Venesia untuk
beberapa waktu.
Keesokan harinya, Abas bertanya
kepada Marelus dan Venesia dimanakah gereja yang terdekat. Mereka pun langsung
mengantarkan Abas ke gereja yang dimaksudkan. Abas ingin berdoa kepada Tuhan. Ia
ingin meminta ampun atas semua kesalahannya di masa lalu. Ia bermaksud untuk
menjadi orang yang semakin baik di kemudian hari. Ia tak ingin segala dosa yang
telah Ia perbuat menjadi kenangan yang akan terus Ia ingat.
*******
Nyanyian Gregorian semakin terdengar
jelas di Gereja tersebut. Berbagai lagu telah diperdengarkan selama misa
berlangsung. Abas yang saat itu melihat koor Gregorian tersebut, tersentuh
hatinya. Dengan talenta yang Ia punya, Ia mencoba untuk menyanyikan lagu-lagu
Gregorian. Sungguh menakjubkan, Abas langsung dapat menyanyikan lagu-lagu
tersebut dengan indahnya.
Keesokan harinya, Abas kembali ke
gereja yang sama. Ia berniat untuk berbicara dengan kelompok paduan suara
Gregorian. Akhirnya diketahui bahwa nama kelompok paduan suara tersebut adalah
“Paduan Suara St. Barnabas”. Abas berusaha untuk mengajukan dirinya agar
menjadi bagian kelompok paduan suara tersebut. Setelah Ia menyanyikan satu lagu
Gregorian, akhirnya Ia diterima. Ia bergabung dengan kelompok paduan suara
tersebut untuk memuliakan nama Tuhan.
Pada akhirnya, Barabas Vespanius bergabung
dengan “Paduan Suara St. Barnabas” dan bernyanyi bagi gereja. Ia menjadi orang
pertama yang bernyanyi dengan bagian tubuh yang kurang lengkap. Di sisa
hidupnya, Ia terus berkarya lewat nyanyian Gregorian dan menetap di rumah
Marelus dan Venesia, orang yang sangat berharga di dalam hidupnya.